Oleh : Ram Surahman
Ini tak hendak memplesetkan lagu SID yang lagi jadi bahan debat rame dengan para Vianisti. Ini menyangkut harapan tulus, dari kita semua, agar bonek sejagad bisa menikmati sunset di Bali, bebas lepas, tanpa anarki.
Ya, Minggu (18/11/2018) mendatang, Pulau Dewata dipastikan akan dibanjiri Bonek untuk mendukung tim kebanggaan berlaga kontra tuan rumah, Bali United. Dipastikan, baik mereka yang dikoordinir maupun tidak akan berbondong-bondong ke sana. Mbonek sekaligus wisata.
Kapan lagi. Penantian panjang itu, akhirnya tiba. Lima tahun, Bonek tidak menginjak Bumi Para Dewa. Terakhir, Bonek berbondong-bondong mendukung Persebaya saat laga lawan Bali Devata, kala musim LPI beberapa tahun lalu.
Inilah yang bikin waswas. Semoga lancar jaya. ’Invasi’ ke Bali berlangsung tanpa anarki. Harapan tulus memang layak diapungkan. Maklum, kita belum memiliki catatan mulus dalam urusan away. Selalu saja muncul, riak-riak yang tersisa. Bahkan, tak jarang timbul korban jiwa. Ingat kasus Solo, Jember, Bantul, dan beberapa tempat lainnya.
Bonek kala memberi dukungan untuk Persebaya menghadapi Persija di Stadion Gelora Bung Tomo pada Sabtu (4/11). (Persebaya)
Lha, sekarang harus ke Bali. Tempat jutaan mata dunia mengarah ke sana. Nah, kalo ada apa-apa, tentu akan langsung mendunia. Bayangkan, jika mereka yang hanya bermodal nekat bikin kisruh di sana. Ketangkap tangan atau kamera dengan baju Bonek-nya. Duh, apa nanti kata dunia?
Karena itu, bolehlah disebut, laga away ke Bali ini sekaligus menjadi ujian lanjutan bagi Bonek di musim ini. Boleh saja, kita menepuk dada, sukses melewati ujian nasional saat menghadapi Persija dan PSM Makassar. Laga lawan Persija yang sarat emosi berlangsung mulus tanpa anarki. Begitu juga partai superklasik kontra Juku Eja, PSM Makassar. Tak ada insiden apa pun yang terjadi. Bonek dan Makassar Fans malah berjingkrak happy. So, pantaskah kita menepuk dada dengan prestasi ini?
Jangan keburu berpuas diri. Semua catatan manis itu, akan lenyap sekejap apabila ada orang-orang yang mengotori ritual away nanti. Siapa pun. Baik yang dikoordinir maupun tidak. Semua punya potensi berlaku barbar. Jika itu terjadi, segala prestasi yang ditorehkan, laksana istana pasir. Seakan-akan besar namun hilang sekejap diterpa ombak.
Tentu, kita tak ingin cerita nestapa itu terjadi. Tetapi, meratapi diri tanpa ada aksi, tak ada arti. Perlu dihelat tekad kuat untuk bersama memastikan semua ini tak terjadi. Bisakah? Pasti bisa. Prestasi nasional yang sudah diukir, harus menjadi pelecut kita semua untuk menghadapi tantangan di depan mata ini.
Caranya? Kuatkan kebersamaan. Ini salah satu kekuatan terbesar Bonek yang sudah teruji jaman. Di masa lalu, spirit ini yang meruntuhkan tirani yang hendak mengibiri eksistensi Persebaya. Tirani runtuh, sang raksasa bernama Persebaya, bangun kembali.
Nah, modal besar kebersamaan ini yang harus segera dipanasi dan dikuatkan kembali. Semua perlu bergandengan tangan, memastikan ritual away ini berjalan damai. Mengibarkan bendera kebersamaan, menjadi uji nyali sesungguhnya bagi kita semua. Pasalnya, harus menghadapi musuh terbesar yakni ego diri. Demi kebersamaan, ego diri ini harus ditepikan. Entah berbalut komunitas atau apapun namanya yang sekarang mungkin sudah telanjur besar. Bisakah? Ini yang akan menjadi kunci.
Jangan harap lawatan ke Bali bisa lancar, bila semua masih tergoda menari-nari di atas ego diri. Termasuk, berburu tiket pertandingan, memaksakan diri demi kelompok yang dinaungi. Ah, kalau seperti itu, sudahlah. Jangan berkoar-koar tentang kebersamaan. Loro Siji Loro Kabeh. Satu Bonek Satu. Atau retorika manis lainnya. Basi.
Percayalah, 2.000 lembar tiket yang disediakan tak akan memuaskan semuanya. Pasti akan ada iri, gesekan dan dampak buruk yang harus ditanggung pasca laga ini, diantara Bonek sendiri. Dan, ujungnya malah mengoyak kebersamaan. Janganlah. Terlalu mahal harganya.
Mari bernyanyi. Menikmati Sunset Matahari Bali Tanpa Anarki. WANI!!! (*)
*Ini adalah pandangan pribadi penulis, bukan sikap dan pandangan Persebaya.