Oleh: Ram Surahman
Laga penting akan dijalani Persebaya Senin nanti (26/11). Green Force akan menjamu Bhayangkara FC di Stadion Gelora Bung Tomo. Dari sisi teknis, tiga poin di laga nanti sangat penting bagi kedua tim. Kemenangan bagi tim tamu bakal menjadi jaminan untuk memanaskan persaingan di papas atas. Begitu pula dengan Persebaya. Jika mampu menorehkan tambahan tiga poin di laga ini, Rendi Irwan dkk makin terbuka lebar memenuhi target Persebaya musim ini: finish di papan tengah atas.
Tetapi, sungguh. Urusan non teknis jauh lebih seru dalam pertandingan nanti. Bukan karena rivalitas pendukung, antara bonek dengan tim milik Polisi ini. Tapi, sejarah kelam yang pernah mewarnai hubungan kedua klub.
Well, semua tahu. Sebelum bernama seperti sekarang, di masa lalu juga pernah menyandang nama Persebaya. Kendati setelah itu berganti menjadi Surabaya United, Bonek FC, Surabaya Bhayangkara dan berujud nama seperti sekarang ini.
Karenanya, ada yang genit memplesetkan klub ini dengan nama Bayang Bayang FC. Kenapa? Ya, karena perjalanannya pernah membayangi Persebaya di masa lalu.
Tapi, sudahlah. Tak perlu diperpanjang lagi. Biarlah keniscayaa itu menjadi jalan sejarah yang harus dilalui klub kebanggaan ini. Tak perlu genit untuk mengungkit-ungkit lagi. Faktanya, kini Bhayangkara maupun Persebaya adalah entitas yang berbeda dan sama-sama berada di pentas kompetisi tertinggi di negeri ini. Masing-masing miliki urusan dan rumah tangga sendiri.
Bayang-bayang kelam itu harus ditendang jauh-jauh. Tugas kita semua, merawat ingatan akan episode kelam yang menguras harta, tenaga, air mata dan darah tersebut. Ini yang harus terus menerus ditularkan kepada generasi selanjutnya. Pada anak cucu kita. Bahwa, irisan sejarah Persebaya pernah alami episode menyanyat hati seperti itu.
Penting dirawat bukan untuk melahirkan dendam. Tetapi sebagai bahan bakar untuk terus membakar api persatuan dan kebersamaan. Jangan lagi ada konflik. Perpecahan atau apapun namanya yang mencabik-cabik ikatan persaudaraan. Sungguh. Sangat mahal harganya.
Karenanya, kita patut bergembira dan bangga, bagaimana riak-riak kecil yang meletup usai away ke Bali lalu mampu diselesaikan dengan mandiri oleh rekan-rekan Bonek sendiri. Kesalahapahaman bisa diredakan dengan penuh kedewasaan. Mengaku salah. Berbesar hati memberi maaf dan bergandengan tangan kembali.
Bersama Menjaga Kejayaan, begitu kata teman-teman Green Nord. Gandeng Tangan Untuk Satu Kebanggaan, itu kata Tribun Kidul.
Nek jare arek-arek Tribun Timur: los gak rewel. Gak ada yang susah. Ngakui kesalahan dan minta maaf. Selesai. Nek terus ruwet, sembarang. Opo ae diladeni. Karena kami adalah para pembangkang. Begitu tekad Gate 21.
Sejatinya, DNA Bonek memang seperti itu. Berbesar hati mengaku kesalahan, memberi ruang lebar untuk pintu maaf dan kebaikan. Khas Arek Suroboyo.
Karena itu, terus pupuk kebanggaan ini. Menjadi Bonek yang cerdas dan menggembirakan. WANI. (*)
*Tulisan ini adalah sikap dan pandangan pribadi penulis, bukan sikap Persebaya