Finis kelima GO-JEK Liga 1 2018 di luar ekspektasi Persebaya. Target awal papan tengah. Namun, kini sukses menembus papan atas. Jalan berliku dilalui Persebaya untuk mencapai prestasi membanggakan itu.
Di awal musim, kemenangan atas Perseru dan hasil seri melawan Persela di laga away, membuat posisi Persebaya cukup nyaman. Kalau pun naik turun, Persebaya tetap beredar di sepuluh besar. Bahkan pernah menduduki peringkat kedua setelah mengalahkan PS Tira 4-1 di Bantul.
Sampai akhirnya, ujian untuk Persebaya itu datang pada 22 Juli. Saat Persebaya kalah 0-1 dari PSIS Semarang. Sejak saat itu, Persebaya terjun bebas. Mengalami kekalahan dalam dua laga selanjutnya. Melawan Persib Bandung di Gelora Bung Tomo, dan Perseru di Serui. Tiga kekalahan beruntun itu lantas menyebabkan adanya pergantian pelatih. Dari Angel Alfredo Vera ke pelatih caretaker Bejo Sugiantoro.
Sekali menang dan sekali kalah. Itulah rapor Bejo sebagai pelatih sementara. Lumayan bagus. Sampai kemudian datang Djadjang Nurdjaman pada 5 September lalu. Pelatih yang mengantarkan Persib juara Liga Indonesia 2014 itu diyakini bisa membawa Persebaya merangsek ke papan tengah.
Sayang, harapan itu dihempaskan dengan sangat keras. Dalam laga pertama Djanur, Persebaya dipermalukan PS Tira dengan skor 0-2 di Gelora Bung Tomo (11/9). Tidak hanya itu, pada 13 Oktober, Green Force kembali kalah dengan skor 0-1 di kandang sendiri dari Borneo FC. Lima laga pertama Djanur berakhir dengan tiga kekalahan, sekali seri, dan sekali menang. Buruk.
Semakin mengkhawatirkan, saat itu skuad Persebaya sedang compang-camping. David da Silva cedera. Pun demikian halnya dengan Robertino Pugliara. Djanur sepertinya tidak akan bisa menemukan solusi untuk membangkitkan Persebaya yang ada di bibir jurang degradasi. Apalagi, pertandingan berikutnya adalah lawatan ke kandang Persib yang ketika itu sedang memuncaki klasemen.
Dalam situasi serba sukit itu, para pemain senior meminta izin. Untuk melakukan pertemuan sendiri, tanpa manajemen dan pelatih. Dipilihlah salah satu tempat wisata di Mojokerto. Dilakukan dua hari sebelum keberangkatan dalam away ke Bali untuk melawan Persib pada 20 Oktober. Saat itu Persib sedang dihukum, tidak bisa bermain di Bandung.
Dalam pertemuan di Mojokerto itu, semua pemain bertekad untuk berjuang. Menyelamatkan Persebaya dari degradasi. ”Manajemen sudah memberikan semua yang kita butuhkan. Kini tugas kita menyelamatkan tim ini,” kata Ruben Sanadi dalam pertemuan itu.
Pertemuan itu terbukti menjadi titik balik kebangkitan Persebaya. Di Bali, Persebaya main ngosek. Menghajar Persib 4-1. Osvaldo Haay yang ”dipaksa” bermain sebagai target man menggantikan Da Silva, langsung garang dengan mencetak satu gol dan satu aksi berbuah penalti.
Banyak yang belum percaya Persebaya akan benar-benar bangkit. Laga selanjutnya melawan Madura United di GBT, dikhawatirkan Green Force akan kalah melawan tim bertabur bintang itu. Namun, kemenangan 4-0 menjawab keraguan itu.
Sempat kalah dalam away ke kandang Persipura, Persebaya lalu membukukan hat-trick kemenangan. Persija, PSM, dan Bali United, dilumat dengan masing-masing margin tiga gol. Kemenangan atas Bali United di Bali, menjadi kunci Persebaya merangsek ke papan atas.
”Kami di Persebaya semuanya bahu membahu untuk kebesaran tim ini. Yang dari Surabaya maupun luar Surabaya, semuanya sudah seperti keluarga,” kata kapten tim Persebaya Rendi Irwan. ”Kerja keras dan kekompakan itulah yang membuat Persebaya bisa finis di posisi seperti saat ini,” pungkasnya. (*)