SEJAK berdiri pada 2014, Bonek Campus belum pernah bertemu ataupun berdiskusi dengan manajemen Persebaya Surabaya. Nah, Selasa (21/2) adalah hari bersejarah bagi mereka. Sebab, untuk kali pertama mereka bisa bertemu langsung dengan Presiden Klub Persebaya Azrul Ananda.
Pertemuan itu berlangsung di Graha Pena, Surabaya. Selain Azrul, hadir Direktur Tim Persebaya Candra Wahyudi dan Wakil Direktur Operasional & Fans Relations Chairul Basamalah.
Total ada 34 Bonek dari 13 kampus yang hadir dalam pertemuan kemarin. "Ini momen yang langka," ujar Ujang Ilyas, koordinator Bonek Campus. "Kami sudah lama mengidam-idamkan bertemu manajemen, baru kali ini terpenuhi," tambahnya.
Ujang menyebut semboyan No Ticket No Game sangat tepat. Sebab, itu merupakan bukti kecintaan Bonek terhadap Persebaya. "Kami akan buktikan kalau Bonek Campus pantang melihat pertandingan tanpa membeli tiket," jelasnya.
Dalam pertemuan tersebut, mereka juga menyampaikan beberapa kegiatan positif untuk Green Force, julukan Persebaya. Salah satunya, aksi membersihkan koleksi trofi dan piala milik Persebaya. "Piala tersebut merupakan bukti prestasi yang pernah disabet. Jangan sampai hilang, apalagi muncul kasus dijual," katanya.
Ide lain yang tidak kalah menarik adalah membangun museum Persebaya. Mereka memegang prinsip bahwa apa pun bisa menjadi cerita. Misalnya, gambar, piala, jersey, dan hal lain yang identik dengan Persebaya. "Semua bisa dipertahankan dalam bentuk museum," ucap Bayu Aluning Samudra, anggota Bonek Campus lainnya.
Ujang menambahkan, Persebaya harus membuka peluang ekonomi bagi masyarakat. Sebab, banyak UKM yang memproduksi merchandise Persebaya. Harapannya, manajemen baru bisa memberdayakan mereka dalam satu department store. "Dengan begitu, ada royalti yang bisa dimanfaatkan untuk operasional klub," jelas mahasiswa Universitas 17 Agustus tersebut.
Azrul mengapresiasi kiprah Bonek Campus. Salah satunya, kegiatan membersihkan piala. Langkah tersebut juga sedang dilakukan manajemen yang baru. Semua piala diminta dikumpulkan sebagai bukti prestasi yang pernah diraih. "Tapi, kalian sudah melakukannya. Kalau gitu, kami minta tolong kalian saja," tuturnya.
Azrul salut dengan semangat Bonek Campus yang terus mendukung perjuangan Persebaya. Dia mengajak mereka untuk menjadi motor of change, bukan sekadar agent of change. "Bantu kami menyosialisasikan harapan manajemen yang baru dan terus beri masukan," ungkapnya.
Dia ingin Bonek sebagai subkultur Surabaya juga ikut membantu dan berkontribusi membangun klub yang kini berlaga di Liga 2 itu. Persebaya harus ditangani orang yang tidak memiliki kepentingan politik. "Dan saya sudah menegaskan untuk tidak akan maju menjadi wali kota ataupun gubernur," jelas Azrul.
Lebih lanjut Azrul bercermin pada NBL, sebuah kompetisi basket yang pernah ditangani. Dengan pengalaman tersebut, dia bersama jajaran manajemen klub yakin bisa menangani Persebaya secara profesional.
Pria 39 tahun tersebut menuturkan, saat Jawa Pos mengakuisisi 70 persen saham Persebaya, muncul pertanyaan bagaimana dengan Bonek. Karena itu, diskusi kemarin diperlukan untuk membangun relasi dengan suporter.
Berbagai program, lanjut Azrul, juga sudah dirancang manajemen klub. Pembinaan pemain melalui kompetisi amatir klub internal Persebaya merupakan salah satu cara untuk terus menghasilkan pesepak bola andal. "Saya rasa tidak ada klub seperti Persebaya yang melakukan ini. Kita harus menjadikan Surabaya sebagai acuan sepak bola Indonesia. Saya sudah melihat cahaya terang di ujung terowongan," lanjutnya.
Story provided by Jawa Pos