Tulisan ini adalah serial bersambung. Baca tulisan sebelumnya di sini
Jelajah menyusuri sepak bola Spanyol berlanjut. Etape berikutnya adalah Vitoria - Gasteiz, markas Deportivo Alaves. Kota mungil di pusar propinsi Basque ini memanggil Persebaya Future Lab untuk melihat basket dan sepak bola menjadi energi bagi warga kotanya.
Awalnya, saya memang ingin ke Vitoria untuk menengok Maickel. Pemain Persebaya Future Lab ini berlatih di Alaves dalam rangka program EPA Future Stars yang merupakan kerja bareng PT. LIB dengan Klub Liga 1. Tak disangka sepekan sebelum berangkat, saya mendapat pesan teks yang intinya Persebaya mendapat undangan khusus dari Alaves. Mereka ingin menginisiasi kolaborasi dengan Persebaya.
Selidik punya selidik, Alaves ternyata melakukan riset terhadap klub asal Maickel yang akan berlatih di sana. Mereka kaget bukan main bahwa pemegang saham mayoritas Persebaya adalah DBL Indonesia, yang tak lain adalah operator Liga Basket SMA. Pasti mereka bingung kok bisa klub sepak bola profesional dimiliki oleh punggawa basket?
Inisiasi Kolaborasi Persebaya - Alaves
Basket dan Sepak Bola
Rupanya mereka tak bingung, justru malah klik. Asal usul Alaves juga mengakar dari basket. Berawal tahun 2013 saat Josean Querejeta mengambil alih Alaves. Josean adalah mantan pebasket Real Madrid yang memenangkan Juara Eropa tahun 1980. Ia mengakhiri karier di Baskonia, yang kemudian dimilikinya dan ia menjadi Presiden Klub hingga kini. Baskonia sendiri adalah klub elite basket Spanyol yang juga bermain di Euro League.
Alaves adalah klub tradisional yang pernah mencapai masa keemasan pada tahun 2001. Saat itu Alaves menjadi Runner Up Piala UEFA setelah kalah dramatis 4-5 dari Liverpool. Laga banjir gol tersebut dikenang sebagai Final Piala UEFA terbaik sepanjang sejarah. Jordi Cryuff, kini Penasehat Teknik Timnas sempat mencetak gol penyama kedudukan Alaves menjadi 4-4. Sebelum Robbie Fowler selesaikan laga dengan Golden Goal-nya.
Selepas masa emas itu, Alaves alami masa kelam saat klub dibeli oleh Dimitry Pietrman, taipan Ukraina. Mismanajemen membuat klub menderita problem keuangan berat. Hingga Alaves-pun terjerembab ke ke kasta ke-3 sepak bola Spanyol. Bahkan, Alaves hampir punah dan terdegradasi ke kasta paling bawah akibat problem finansial.
Ketika itulah di tahun 2013, Josean terpanggil untuk menyelamakan Alaves. Ia percaya sama seperti Baskonia, magis Alaves adalah energi bagi denyut kehidupan kota Vitoria. Sebagai orang Basque, ia ingin anak muda Vitoria tumbuh mencintai olahraga dan memiliki teladan melalui klub basket dan sepakbola kebanggannya. Kisah yang sangat mirip dengan Persebaya.
Mural di Stadion Mendizorotza
Model Unik
“Vitoria menggantungkan harapan padamu, suatu hari kamu akan jadi juara. Berjuanglah dengan keberanian dan antusiasme!” begitu tulisan dalam bahasa Basque yang tercoret pada mural di Stadion Mendizorotza, kandang Alaves. Harapan yang kini masih bertepuk sebelah tangan.
Setiap musim Albiazul (Si Biru Putih) selalu bertempur di papan bawah. Berlari menghindar dari jerat degradasi adalah rutinitas mereka. Dengan anggaran rangking 15 di La Liga, manajemen Alaves memiliki pendekatan model bisnis unik.
Fernando Diniz, Direktur Alaves menceritakannya pada Persebaya bahwa dua pilar bisnis Baskonia-Alaves adalah infrastruktur dan pendidikan. Vitoria adalah kota mungil berhabitat 230.000 penduduk. Saking asrinya, kota yang dirambati pepohonan pinus ini dijuluki Green Capital of Europe. Di kota inilah dibangun kluster bernama Ondare (artinya warisan) yang akan menyatukan Baskonia dan Alaves.
Di Ondare, terdapat Fernando Buesa, stadion Baskonia berkapastas 15.000 orang. EUNIZ, sebuah Universitas yang memfokuskan pada program Manajemen Olahraga dan Sains Olahraga, Dimana para praktisi Baskonia dan Alaves akan menjadi pengajarnya. Ditunjang dengan BAKH, sebuah pusat latihan untuk Basket, sepak bola plus berbagai cabang olahraga lainnya.
Di kluster tersebut, juga dibangun asrama untuk ratusan atlet dan mahasiswa Universitas. Lewat proyek Ondare ini, Baskonia Alaves ingin membangun sebuah “kerajaan” bisnis pendidikan yang akan mengundang ribuan orang untuk mencicipi praktek top sport klub basket dan sepak bola kebanggan Vitoria.
Pendekatan Latihan Alaves Berbasis Individual
Fokus Individual
Deportivo Alaves juga memiliki model pembinaan akademi unik. Mereka amat fokus bekerja pada pengembangan individual. Terbaru, mereka berhasil menjual Javi Lopez ke Real Sociedad. Fullback enerjik ini dibanderol 8 juta Euro. Nilai yang kalau di Indonesia, lebih dari cukup untuk membiayai tim Liga 1 dua sampai tiga musim.
Carlos, Kepala Metodologi Akademi Alaves menceritakan metode mereka. Pemain seperti Javi Lopez misal berlatih berganti-ganti tim selama sepekan. Misal Senin dengan Alaves B, Selasa Alaves C, Rabu Alaves B, dan seterusnya. Di akhir pekan, Javi bisa malah bermain dengan Alaves Juvenil A. Javi Lopez dituntut untuk cepat beradaptasi dengan situasi baru setiap saat.
Di sesi latihan pun sangat dinamis. Misal tim Juvenil A memiliki 4 menu latihan. Bisa saja di dua latihan awal, pemain tidak berlatih dengan tim, melainkan dengan pelatih individual. Seorang bek tengah berlatih membangun serangan berkolerasi dengan gelandang. Atau seorang sayap berlatih crossing berkorelasi dengan striker.
Pengalaman ini juga dialami oleh Maickel. Di pagi hari, ia harus berlatih sesi individual dengan grup kecil 6 pemain saja. Lalu di sore hari, pada bagian awal, ia kembali berlatih di kelompok kecil. Ada teknik passing dalam tekanan, lalu berlanjut dengan permainan posisional. Setelah itu, bagian akhir baru mereka bergabung ke dalam tim untuk berlatih permainan menyerang-bertahan. Pendekatan yang sangat individual!
-bersambung-
Ganesha Putera
Kepala Persebaya Future Lab