Saya sebenarnya sudah dua kali ini menonton laga home Persebaya di stadion Gelora Bung Tomo. Yang pertama, saat menjamu Arema FC, pada Mei lalu. Waktu itu saya harus jalan 5 km menuju stadion karena mobil saya terjebak macet. Jujur, awalnya saya agak khawatir juga, gara-gara stigma macam-macam tentang Bonek. Tapi setelah kami berbaur, saat berjalan ramai-ramai menuju stadion, dari situ semua stigma negatif itu luntur. Perasaan saya berubah jadi bangga, karena bisa menjadi bagian dari Bonek.
Saat sudah sampai di stadion, saya sampai merinding melihat begitu banyaknya Bonek. Juga atraksinya (koreografi) dan chant-chant yang tak henti sepanjang laga. Itulah yang membuat saya ketagihan untuk nonton lagi.
Sampai di rumah, saya ceritakan itu ke istri dan anak saya. Mereka tertarik juga. Dan, baru mendapat kesempatan itu saat Persebaya menjamu PSMS Medan. Istri dan anak laki-laki saya senangnya bukan main. Sebenarnya anak saya perempuan juga ingin ikut. Sayang, dia lagi sekolah di luar negeri. Mungkin pada kesempatan berikutnya kalau dia lagi di Surabaya dan bersamaan ada jadwal main Persebaya.
Sebagai warga asli Surabaya, saya salut dan bangga terhadap Persebaya. Saya ingin lebih banyak orang Surabaya yang bangga terhadap asset berharga kota ini dan menjadi pendukung Persebaya. (myu)
Naskah ini juga telah tayang di halaman khusus Persebaya Harian Surya, hari Selasa (24/7) dengan judul "Tularkan ’Virus’ Mbonek ke Istri dan Anak"